Sabtu, Maret 28, 2009

Kesaksian Mantan Kader Tarbiyah di Jama'ah Shalahuddin UGM

Ini adalah bukti betapa Jama'ah Shalahuddin Lembaga Dakwah Kampus pertama dan terbesar di Indonesia sudah terkooptasi.


Catatan Saya: Melihat beberapa tanggapan atas postingan ini, maka saya selaku penulis blog ini menyatakan bahwa kesaksian ini bukan kesaksian saya, tetapi kesaksian seorang ikhwan yang ditulis dalam milis js dan saya sudah minta ijin kepada beliau untuk saya tayangkan di blog ini. Insyaallah kesaksian ini bukan untuk bertujuan dusta, tetapi justru untuk bahan perbaikan bagi yang mau mengambil hikmah kebijaksanaan.



Teman mungkin sudah banyak yang tahu. Saya pernah jadi kader tarbiyah yang “disusupkan” ke JS. Saya awalnya adalah kader “T” yang ada JMF (jama’ah musholla FISIPOL) yang kemudian karena terjadi tarik menarik penempatan kader “T” saya kemudian memilih untuk aktif di JS saja. Di kalangan kader “T” saya pernah jadi TIM Syuro internal. Tim itu bertugas untuk mengatur strategi “dakwah” jama’ah “T” di JS. Apa yang dibahas di sana? Yang dibahas di sana antara lain adalah bagaimana caranya kader-kader “T” tetap bisa menguasai posisi-posisi penting di JS. Juga bagaimana caranya “menghegemoni” bahkan mendominasi dan terakhir melakukan homogenisasi. Menghomogenkan shalahuddin dengan asumsi bahwa homogenasi akan melancarkan semua agenda “dakwah” “T”.

Awalnya saya adalah kader taat yang melihat langkah jama’ah tersebut sebagai langkah yang memang harus di ambil demi tegaknya dakwah. Seiring dengan perjalanan aktivitas saya di JS saya mulai melihat ada banyak tidak sreg dalam kacamata saya. Ketidakprofessional an kader-kader “T” di hampir semua lembaga kemahasiswaan yang di Coup oleh jama’ah “T” mulai membuat saya tidak nyaman. Saya sendiri merasakan betapa tidak profesional saya menangani bidang pengkajian ketika kepemimpnan JS dipegang oleh Budhi H. Belum lagi soal gesekan di tingkat lapangan sering terjadi. Anggota JS yang dianggap “ngeres-resi” mulai jadi “musuh”. Rebutan pengaruh antara mereka yang secara kultural menguasai “lapangan” dan kaum “T” tak terelakkan. Namun seringkali kami para kader “T” kalah pengaruh. Sehingga ditempuhlah jalan kekuasaan. Masih ingat saya ketika dirancang sebuah usaha untuk ngusir mereka yang sering tidur di JS (mereka temen2 kultural alias Penghuni harian JS) saat kepemimpinan BH.

Perkembangan selanjutnya saya secara kultural mulai mendekat dengan mereka yang awalnya bersebarangan. Di forum-forum syuro internal jama’ah “T” saya sudah mulai menyampaikan pemikiran-pemikiran yang “berbeda”. Diantaranya adalah pemikiran saya tentang pluralitas JS yang harus tetap dipertahankan. Waktu itu, bertempat Pusat Islami (aslinya Bhs Inggris), dalam salah satu pertemuan syuro kami, saya pernah bilang bahwa shalahuddin jika ingin tetap besar maka JS harus tetap dipertahankan dalam kondisi plural, sebagaimana pluralnya lingkungan yang mawadahi, UGM.

Dalam perkembangannya saya semakin banyak kontra dengan temen2 “T”. Saya adalah salah seorang yang sangat menentang adanya pelembagaan AAI di UGM yang di perjuangkan oleh teman2 “T” sebab saya lihat pelembagaan itu hanya sebagai alat untuk merekrut kader saja tanpa dibarengi dengan persiapan berbagai macam kualifikasi yang mestinya ada setelah lmbaga itu berdiri.

Tahun 2002 saya maju jadi pesaing Hafidh Zaini dalam pencalonan ketua JS. Namun saat itu saya maju tidak denan niat sungguh-sungguh, hanya untuk meramaikan suasana saja. Setahun kemudian , saya maju menjadi calon “bersaing” dengan saudara Yanuar untuk jadi ketua. Saya tidak ngerti kenapa jadinya saya bersaing dengan beliau, sebab sebelum pemilihan, saya sempat tanya ke Yanuar (saya masih ingat waktu itu saya tanya di masjid Al-karim pagung lor) apakah akan maju jadi calon ketua dan jawabannya tidak. Jawaban itu juga yang membuat saya memberanikan diri mencalonkan diri. Selain itu saya sudah bersiap-siap dari semenjak perumusan TG-TB, sampai siapa saja yang akan jadi “TIM ahli” saya. Waktu nama-nama seperti Ma’rufin, Rahmad Saleh, Feriawan, adalah kandidat yang akan saya jadikan “tim penasehat” alias tim ahli saya (tentunya kalo mereka bersedia) untuk mengurus JS selama setahun. Dengan berbagai kualifikasi yang sudah saya petakan. Rahmad saleh untuk Kaderasi Beginer, Feriawan untuk penasehat kaderisasi “Advance” alias lamjut, Ma’rufin untuk kebijakan Maskam dan lobying. Begitu “matang” rancangan saya. Namun semua itu berantakan gara-gara pola kekuasaan yang diterapkan oleh kalangan jama’ah “T”. saya bukanlah kader yang disepakati oleh Syuro “T”. Saya kalah telak dalam pemilihan. Saya cuma dapat suara tidak lebih dari 3 suara.

Padahal apa sih “cacat” saya? Apa karena saya dekat dengan “PH”? apa karena saya pernah Jatuh Cinta dengan seorang akhwat JS? Apa karena saya pernah jadi panitia OC kegiatan sebuah lembaga yang dibiayai oleh TAF? Tidak jelas kawan. Semuanya tidak pernah terceritakan ke telinga saya.

Begitulah ceritanya. Betapapun saya siap secara pemikiran, tim, waktu dan pengalaman, saya tidak akan terpilih jadi ketua karena saya tidak “direstui oleh jama’ah “T”. Apatah lagi orang luar yang jelas2 tidak se"jama'ah".

Toh demikian, saya masih tetap aktif di jama’ah “T” ini. Pasca JS, bahkan saya pernah jadi ketua panitia perumus konsep kaderisasi KA**I. saya juga masih ikut halaqoh dengan mereka.

Sampai suatu saat akhirnya saya sadar dan berani memutuskan untuk benar-benar “keluar” dari jama’ah ini. Bukan karena saya sakit hati. Bukan pula karena “karir” saya terhambat di sana. Tapi karena apa yang dulu banyak diperjuangkan dijanjikan untuk diperjuangkan kini banyak tak diperhatikan lagi. Strategi kekuasaan telah merasuk dalam nadi banyak pegiat2 jama’ah ini. Apalagi sekarang, tak ubahnya partai-partai lain. Jama'ah "T" aka P** telah “menghalalkan” segala cara untuk kekuasaan. Dengan tidak mengurangi rasa trimakasih saya terhadap pegiat2 jama’ah ini yang dulu ketika saya sma mengenalkan saya dengan dunia dakwah, saya ingin mengingatkan, bahwa tujuan yang baik tidak pernah akan tercapai dengan cara yang tidak baik. Umat ini butuh para pemimpin yang konsisten.

--Nama yang bersaksi ada pada saya.

20 komentar:

Purwoko mengatakan...

PKS ya mas?

memang brengsek kok partai ini. Ini kan partai yang punya hubungan dengan IM di MEsir. MEnurut saya, dengan adanya keterkaitan ini semestinya PKS itu tidak boleh ada di Indonesia.

Sepertinya hampir semua kampus berusaha untuk di kuasai. PKS aka Partai Kuasai Semuanya,

Ah, aku bersumpah di 2009 tak akan nyontreng PKS

azai mengatakan...

saya tidak paham dengan cara-cara tarbiyah dalam meraih kekuasaan.sepertinya mereka sudah punya slogan "Atas nama dakwah segalanya menjadi halal", maka jangan heran perebutan kekuasaan di LDk di gunakan cara-cara yang tidak arif seperti eliminasi, likuidasi, homogenisasi bahkan sampai harus menhilangkan pihak oposisi asal tujuan kekuasaan tercapai. na'uzubillah min dzalik

Rachmad Resmiyanto mengatakan...

ya begitulah politik... barangkali itu adalah harga yang harus dibayar ketika mereka berubah menjadi partai...

Purwoko mengatakan...

Padahal, ketika Tarbiyah ada di Indonesia sepertinya tidak ada gesekan2 seperti ini. Baru setelah menjadi partai, gesekan2 itu muncul.


Ah, andai saja tidak bermetamorfosis menjadi partai, pasti akan lebih indah.

Unie mengatakan...

Hehe... ternyata ada juga yang. pribadi dan karakter manusia seperti antum.
subhanallah, allah menciptakan kita manusia dengan karakter dan bentuk berbeda2.
mengingatkan kembali mas... semuanya tergantung niat kita. beberapa dari kisah antum memang bisa diambil kesimpulan kalau antum harus meluruskan niat.
istigfarlah, siapa thau ada emosi ketika menulis coretan di blog ini.
luruskan niat..
kalau kita berniat hanya untuk Allah... seharusnya tidak ada kekecewaan dan kegundahan.
dan jangan lupa, hatinya di jaga tuh... jangan sampai, sikap antum mengganggu orang lain. terutama akhwat. nggak banget deh.
be hamba Allah yang menyenangkan orang lain.

Anonim mengatakan...

Istigfar akh..
luruskan niat

Purwoko mengatakan...

Unie menulis:
"istigfarlah, siapa thau ada emosi ketika menulis coretan di blog ini."

Sepertinya si penulis sudah istighfar kok Mbak.

Niatnya juga sudah jelas, menunjukkan JS itu seperti apa. Gesekan dengan gerakan lain dan semacamnya.

Saya kira apa yg tertulis disini bisa kita ambil sebagai pelajaran.

andre mengatakan...

oh segitunya toh...
cukup tau aja lah...
memang dari sudut pandang saya juga seperti itu... mereka selalu pamrih, karena setiap acara sosial di manapun khususnya di tempat yang terkena bencana atau musibah ada bendera mereka... padahal kalau berniat baik kenapa harus ada benderanya... itu kan bukan jadwal nya kampanye juga...
semoga di koreksi deh...

Anonim mengatakan...

assalamualaikum
hahaha...
kisah luar biasa, dan sebuah perdebatan mantapp...

telah jelas dan diterangkan, siapakah generasi terbaik? ialah generasi jaman rasul, kemudian zaman sahabat rosul, kemudian zaman setelah zaman tersebut, kemudian setelahnya, setelahnya dan setelahnya...
jadi, kalo ingin mejadi generasi terbaik, ya kita harus kebali pada generasi salafi, yaitu generasi zaman dahulu, ketika masih ada rosul dan sahabatnya...

nah, skarang melihat keadaan yang saling menjatuhkan seperti ini?? apakah itu contoh generasi terbaik??
sesungguhnya ketika ditanya umar bin khattab mengenai abu bakkar, beliau mengatakan aq lebih memilih melihat wajah abu bakkar daripada melihat surga (mohon d kroscek kalo salah)...
nah, seharusnya seperti ini, generasi islam, sebagai ustaditul alam, saling mencintai, bahkan melebihi cintanya pada dirinya sendiri....
wassalam

Anonim mengatakan...

ya akhi bertakwalah kpd Allah..luruskan niat qt berdakwah..ridha Allah sajalah yang qt tuju..tidak ada istilah kecewa dalam dakwah bila tujuan qt penilaian Allah semata..mungkin perlu ditinjau kembali niat antum berdakwah,apakah hanya untuk meraih popularitas atau memang diniatkan untuk Allah..masalah kecewa pd jamaah tdk perlu dibesar2kan..jika jamaah msh da kekurangan tidak perlu disebarluaskan..sya kira antum jg lbh paham ttg etika qt terhadap aib sdra..tidak perlu disebarluaskan.Barang siapa yg menutup aib sdaranya,maka Allah akan menutup aibnya kelak di hari kiamat..

Anonim mengatakan...

sy bukan orang yang menentang pluralitas, tp sy jg bukan penganut pluralisme. mungkin kita harus lebih bijak dlm menghadapi perbedaan. jas merah bkn berarti kita hrs selalu mengungkit2 masa lalu dan digeneralisir ke masa dpn.. jg bkn untuk saling menghujat. carilah solusi yg bisa diambil dari segala perbedaan itu.. sehingga tercipta sebuah amal jama'i krn kita berada pd 1 payung jama'ah, yaitu Islam.Jgn pernah mengecilkan jama'ah ini menjadi kotak2 kecil.
Kita akan terjerembab ketika hanya melihat ke belakang. ingat pepatah lama, kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata malah tdk tampak.so be wise plizz...

cenna.zone mengatakan...

menurut saya yang antum perjuangkan jangan disesalkan..
ALLAH melihat proses..bukan hasil..
Rasullah melarang sahabatnya ketika minta jabatan..
memang kita merasa aneh dengan suatu jama'ah.
yakinlah tidak ada jam;ah saat ini yang perfect.
pasti ada kekeliruan, belum lagi ada oknum2..
apa pun atau bermetaforsis jadi partai kita jangan mengutuk..
kita masih Islam, masih ALLAH tuhan kita..
jikalau cara mereka salah maka bantu luruskan...
baik aqidah, ibadah, akhlak dsb..
kita butuh antum2 yang meluruskan kami.
La Tahzan Innallaha Ma'ana

jika ingin sesuatu bisa email ke moexn_aviexenna@yahoo.com

Anonim mengatakan...

assalammu'alaikum wr..wb..
ini Rischa.
setiap hal punya sisi baik dan buruk. tergantung kita mau melihatnya seperti dari segi mana. tidak semuany bisa digeneralisir. lihat diri sbagai cermin aj..kalo toh saudara kita salah atau lupa, bukankah lebih baik untuk mengingatkan? bukan mencaci ataupun memaki. kita semua punya teladan yang sama, Rasulullah Saw...beliau selalu punya hati yang lembut, serta perkataan yang baik, bahkan kepada musuh-musuhnya sekalipun. rasulullah yang sudah allah janjikan surga saja tetap berbuat baik dan mengingatkan ketika saudaranya yang brbuat salah, apalagi kita, yang belum tau..kelak akan Allah tempatkan dimana??
saya hanya ingin mengajak temen-temen yang nulis atau baca,untuk merenungi kembali surat Al-Ashr....

Hanifah Koto mengatakan...

sebelumnya, saya juga termasuk orang yang akan terus belajar n mengkritisi jama'ah ini untuk perbaikan di masa akan datang, bukan mengujat tanpa ada solusi konkrit.

satu hal yg ingin saya kritisi,
KITA DALAM BERDAKWAH INI, BUKANLAH UNTUK KEKUASAAN.
luruskan niat.

saya fikir, antm udah tau
kenapa kita (harus) mengambil posisi2 penting? karena, salh satu cara dakwah yang efektif adalah dengan kekuasaan.

makanya orang yg akan di tempatkan pd tampuk kekuasaan itu jg orang2 yang telah "teruji".

waallahu'alam

Unknown mengatakan...

setuju mas mustoko..kita harus ambil pelajaran. Saya jadi bingung..sma mba2nya. saya kira niatnya sudah jelas. bahwa dakwah itu dinilai dari proses bukan hasil.dan disana sudah ditutupi dengan inisial. yang comment aja yang nulisnya terlalu fulgar.

Anonim mengatakan...

Jazakallah khoir,mas.
kenalkan saya nasrullah.
Atas pengalaman antum semoga kita diberikan petunjuk atas dakwah Islam ini.
saya rasa akan lebih baik jika kita sebagai umat Islam bisa bersatu, saling tabayun bila ada yang salah, dan memandang permasalahan dalam tubuh Islam dengan objektif.
bagaimana Islam bisa tegak bila kita masih mengorek-ngorek aib dalam tubuh antar umat islam sendri. sedangkan kita lihat, rangkaian peristiwa yang terjadi di Tanah air kita masih dalam jeritan meminta bantuan kita yang lebih paham.
Insya Allah, jayanya negeri ini bukan karena kita selalu menyalahkan orang lain, tapi kita lebih ke hal-hal yang bisa melihat diri sendiri.

Unknown mengatakan...

saya kira pesan seperti ini bisa diambil hikmahnya. Bahwa kekecewaan itu bisa terjadi pada semua pihak. Dan kita bisa menilai, se-kualitas apakah si penulis. Dan perlu juga melihat tulisan pembanding dari pihak yang "tertuduh" karena banyak yang belum terungkap disini. Seperti sebab anda kecewa dengan jelas, kesalahan2 yang pernah anda lakukan, dll. Jadi saya anggap ini masukan saja, TIDAK BISA kemudian kita ambil kesimpulan sebagaimana saudara-saudara yang mengambil kesimpulan bahkan vonis di atas.

Saya, sebagai orang di luar JS pernah silaturrahmi ke rumah Bp. Prof. Mursyidi Pembina/penasehat secara resmi JS dari pihak UGM (beliau pernah juga menjadi rektor UMY). Dan beliau bercerita cukup banyak mengenai hal ini di sela-sela topik pembicaraan kami. Bahkan sebagai sesepuh Muhammadiyah, beliau diminta oleh kader2 Muhammadiyah untuk "membersihkan" dan ikut campur pada masalah JS. Namun, sungguh, beliau sangat bijak dan mau memandang persoalan secara utuh. Yang akhirnya walau sama-sama Muhammadiyah tidak kemudian mentah-mentah mengambil satu info saja dari saudara2 kita di Muhammadiyah.

Beliau berpesan dengan adil... yang protes juga diberi nasehat, yang diprotes juga diberi nasehat untuk pembenahan. Masa-masa muda banyak yang terlalu bersemangat dengan idealismenya. Sesepuh dengan pengalaman dan kebijakannya berperan sebagai pengerem.
Mari lebih santun lagi dalam berpendapat.

Anonim mengatakan...

Astaghfirullah. Memang brengsrk partai ini. Untung saya gak nyoblos partai ini.

Muhammad Sabili mengatakan...

SEMAKIN TINGGI POHON SEMAKIN KENCANG ANGINYA.SILAKAN PELAJARI DULU PKS KALO GAK SUKA BISA KRITIK KE PENGURUSNYA INSYAALLAH DI TERIMA KALO SUKA ANTUM AMBIL JALAN YANG BAIK.PKS BUKAN JAMA"AH MALAIKAT TAPI JAMA"AH MANUSIA .

hai jiwa-jiwa yang tenang mengatakan...

Saya tidak 100% percaya dengan cerita anda..